Ekosistem Terumbu Karang


BAB I
PENDAHULUAN



1.1     Latar Belakang
Pusat keanekaragaman hayati laut dunia, terutama terumbu karang terletak di kawasan segitiga karang. Kawasan ini meliputi Indonesia, Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea dan Kepulauan Salomon. Jika ditarik garis batas yang melingkupi wilayah terumbu karang di ke-6 negara tersebut maka akan menyerupai segitiga. Itu sebabnya wilayah tersebut disebut sebagai segitiga karang dunia (coral triangle). Total luas terumbu karang di coral triangle sekitar 75.000 Km2.
Indonesia sendiri memiliki luas total terumbu karang sekitar 51.000 Km2 yang menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle. Saat ini, kepulauan Raja Ampat di Papua Barat merupakan kepulauan dengan jumlah jenis terumbu karang tertinggi di dunia. Berdasarkan sebuah kajian ekologi yang dipimpin oleh The Nature Conservancy (TNC) dengan melibatkan para ahli terumbu karang dan ikan dunia pada tahun 2002, ditemukan sekitar 537 jenis karang dan 1074 jenis ikan di kepulauan Raja Ampat.
Eksploitasi berlebihan pada sumberdaya hayati sekarang ini menjadi isu kritis, dan menjadi masalah dari manajemen biodiversiti. Isu terakhir yang banyak menyita perhatian adalah kerusakan terumbu karang (coral reef), karena perannya yang sentral dalam ekosistem laut. Selama setengah abad terakhir, kualitas terumbu karang (coral reef) di pulau-pulau kecil Indonesia telah turun hingga 50 persen. Tercatat antara tahun 1989-2000, keberadaan terumbu karang dengan tutupan karang hidup sebesar telah menurun dari 36 persen menjadi 29 persen (Hari Sutanta, 2006).
1.2     Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas pembuatan makalah pelestarian terumbu karang ini adalah untuk memahami betapa pentingnya ekosistem terumbu karang bagi kehidupan laut dan pesisir.  
Sedangkan tujuan dari tugas pembuatan makalah pelestarian terumbu karang ini adalah agar mampu memberikan pendapat ataupun gagasan terhadap pentingnya pelestarian ekosistem terumbu karang serta kemungkinan solusi yang dapat diberikan terhadap studi kasus yang terjadi pada pengrusakan ekosistem terumbu karang.

1.3     Ruang Lingkup Penyusunan Makalah
1.      Kehidupan Terumbu Karang
2.      Manfaat terumbu karang
3.      Perkembangbiakan Terumbu Karang
4.      Permasalahan / Studi Kasus serta solusi penanganan permasalahan yang terjadi
5.      Peraturan perundang-undangan yang mendukung pelestarian Terumbu Karang

1.4     Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan serta ruang lingkup penyusunan makalah.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisi tentang kehidupan terumbu karang yang meliputi: perkembangbiakan Terumbu Karang; manfaat Terumbu Karang; cara makan Terumbu Karang/hewan Karang; serta peraturan perundangan yang mendukung pelestarian Terumbu Karang.
BAB III STUDI KASUS berisi tentang kasus-kasus permasalahan kerusakan Terumbu Karang serta dampak yang ditimbulkan akibat dari kerusakan Terumbu Karang tersebut.
BAB IV PEMBAHASAN berisi tentang teknologi ataupun metode-metode pengelolaan terhadap Terumbu Karang.  
BAB V KESIMPULAN berisi tentang kesimpulan secara umum yang merupakan hal utama dari isi makalah Pelestarian Terumbu Karang.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



2.1     Terumbu Karang
terumbu-karang-225x300Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang sangat sibuk, bangunannya terdiri dari karang-karang, dengan ikan-ikan dan makhluk laut sebagai penghuninya.

Gambar 2.1 terumbu Karang
Karang yang hidup di laut, tampak terlihat seperti batuan atau tanaman. Tetapi mereka sebenarnya adalah sekumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Ada dua macam karang, yaitu karang batu (hard corals) dan karang lunak (soft corals). Karang batu merupakan karang pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu. Kerangkanya terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang baru bekerja sama dengan alga yang disebut zooxanthellae. Karang batu hanya hidup di perairan dangkal dimana sinar matahari masih didapatkan. Karang lunak bentuknya seperti tanaman dan tidak bekerja sama dengan alga. Karang lunak dapat hidup baik di perairan dangkal maupun di perairan dalam yang gelap.


karang3laut-bunaken



Gambar 2.2 Terumbu Karang
Polip karang bentuknya seperti sebuah karung dan memiliki tangan-tangan yang dinamakan tentakel. Polip menyerap kalsium karbonat dari air laut untuk membangun rangka luar zat kapur yang dapat melindungi tubuh polip yang sangat lembut.
polyp_structure




Gambar 2.3 struktur polip
Terumbu karang merupakan ekosistem yang amat peka dan sensitif sekali. Jangankan dirusak, diambil sebuah saja, maka rusaklah keutuhannya. Ini dikarenakan kehidupan di terumbu karang di dasari oleh hubungan saling tergantung antara ribuan makhluk. Rantai makanan adalah salah satu dari bentuk hubungan tersebut. Tidak cuma itu proses terciptanya pun tidak mudah. Terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun hingga dapat tercipta secara utuh dan indah. Dan yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.
Sebagai ekosistem terumbu karang sangat kompleks dan produkstif dan keanekaraman jenis biota yang amat tinggi. Variasi bentuk pertumbuhannya di Indonesia sangat kompleks dan luas sehingga bisa ditumbuhi oleh jenis biota lain.
Ekosistem ini adalah ekosistim daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas, yang pemanfaatannya harus secara lestari. Ekosistem terumbu karang ini umumnya terdapat pada perairan yang relatif dangkal dan jernih serta suhunya hangat ( lebih dari 22 derjat celcius) dan memiliki kadar karbonat yang tinggi. Binatang karang hidup dengan baik pada perairan tropis dan sub tropis serta jernih karena cahaya matahari harus dapat menembus hingga dasar perairan. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesis, sedangkan kadar kapur yang tinggi diperlukan untuk membentuk kerangka hewan penyusun karang dan biota lainnya.
Indonesia yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa, mempunyai terumbu karang terluas di dunia yang tersebar mulai dari Sabang- Aceh sampai ke Irian Jaya. Dengan jumlah penduduk lebih dari 212 juta jiwa, 60 % penduduk Indonesia tinggal di daerah pesisir, maka terumbu karang merupakan tumpuan sumber penghidupan utama.
Disamping sebagai sumber perikanan, terumbu karang memberikan penghasilan antara lain bagi dunia industri ikan hias, terumbu karang juga merupakan sumber devisa bagi negara, termasuk usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat setempat dan para pengusaha pariwisata bahari.
2.2     Kehidupan Terumbu Karang
2.2.1 Perkembangbiakan Terumbu Karang
Karang berkembang baik secara seksual dan aseksual. Sexual reproduction terjadi saat sel telur dan sperma dikeluarkan oleh karang ke kolom perairan. Sel telur dan sperma dari jenis yang sama kemudian bergabung menghasilkan larva planula. Planula akan tumbuh sebagai polip karang. Asexual reproduction terjadi saat planula tumbuh menjadi polip karang kemudian membelah memperbanyak diri.
coralreprdcoralreprdtwo




Gambar 2.4 perkembangbiakan terumbu karang secara Aseksual











Gambar 2.5 Reproduksi Seksual Karang
Keterangan :
Siklus reproduksi karang secara umum adalah sebagai berikut,
Telur & spema dilepaskan ke kolom air (a) → fertilisasi menjadi zigot terjadi di permukaan air (b) → zygot berkembang menjadi larva planula yang kemudian mengikuti pergerakan air . Bila menemukan dasaran yang sesuai, maka planula akan menempel di dasar (c) →planula akan tumbuh menjadi polip (d) → terjadi kalsifikasi (e) → membentuk koloni karang (f) namun karang soliter tidak akan membentuk koloni.

Hewan karang hidup bersimbiosa dengan alga bersel satu yang disebut zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan jenis alga dinoflagelata berwana coklat dan kuning, yang dinyatakan sebagai Symbiodinium microadriaticum. Alga ini juga hidup bersimbiosis dengan hewan-hewan lain di terumbu karang, seperti, kima raksasa (Tridacna spp), anemon laut dan coelentrata lainnya.
Zooxanthellae adalah alga ber-sel satu yang hidup di dalam jaringan tubuh karang batu. Zooxanthelae dan karang memiliki hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Zooxanthellae menyediakan makanan untuk polip karang melalui  proses memasak yang disebut fotosintesis, sedangkan polip karang menyediakan tempat tinggal yang aman dan terlindung untuk zooxanthellae.



zoox







Gambar 2.6 zooxanthelae

Hewan karang mempunyai tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya, Namun, sumber nutrisi utama hewan karang sebenarnya berasal dari proses fotosintesa zooxanthellae (hampir 98%). Selain itu, zooxanthellae memberi warna pada hewan karang yang sebenarnya hampir transparan. Sebagai timbal balik, karang menyediakan tempat tinggal dan berlindung bagi sang alga.
Pertumbuhan Karang Selama satu tahun rata-rata karang hanya dapat menghasilkan batu karang setinggi 1 cm saja. selama 100 tahun karang batu itu hanya tumbuh 100 cm. jika karang yang tingginya 5 meter dirusak, diperlukan 500 tahun agar kembali seperti semula. Terumbu karang termasuk ekosistem yang paling tua di bumi ini. Tahap pertama evolusi terumbu karang terjadi kira-kira 500 juta tahun yang lalu. Terumbu karang modern ada sejak lebih dari 50 juta tahun yang lalu. Waktu yang dibutuhkan terumbu karang untuk tumbuh adalah antara 5000 sampai 10.000 tahun . Jadi terumbu yang kita lihat sekarang ini telah berumur lebih dari 10.000 tahun.




Tabel 2.1 Reproduksi Secara Aseksual






Tabel 2.2 Perbandingan Reproduksi Aseksual dengan Seksual
2.2.2 Cara Makan Terumbu Karang
Pada tentakel polip terdapat racun yang digunakan untuk menangkap berbagai jenis hewan dan tumbuhan laut yang sangat kecil atau disebut plankton sebagai makanan tambahannya. Tentakel karang terbuka pada malam hari dan digunakan untuk menangkap plankton yang melayang-layang terbawa arus. Karang batu mendapatkan makanan dari zooxanthellae.

coral_eating





Gambar 2.7 proses makan hewan karang

2.2.3 Kondisi Pertumbuhan Optimal Terumbu Karang
Terumbu karang dapat tumbuh dengan baik di perairan laut dengan suhu 21° - 29° C. Masih dapat tumbuh pada suhu diatas dan dibawah kisaran suhu tersebut, tetapi pertumbuhannya akan sangat lambat. Karena itulah terumbu karang banyak ditemukan di perairan tropis seperti Indonesia dan juga di daerah sub tropis yang dilewati aliran arus hangat dari daerah tropis seperti Florida, Amerika Serikat dan bagian selatan Jepang.
Karang membutuhkan perairan dangkal dan bersih yang dapat ditembus cahaya matahari yang digunakan oleh zooxanthellae untuk berfotosintesis. Pertumbuhan karang pembentuk terumbu pada kedalaman 18 - 29 m sangat lambat tetapi masih ditemukan hingga kedalaman iebih dari 90 m.

Karang memerlukan salinitas yang tinggi untuk tumbuh, oleh karena itu, di sekitar mulut sungai atau pantai atau sekitar pemukiman penduduk akan lambat karena karang membutuhkan perairan yang kadar garamnya sesuai untuk hidup.
2.2.4  Penyebaran Terumbu Karang
Sebagian besar terumbu karang dunia (55%) terdapat di Indonesia, Pilipina, Australia Utara dan Kepulauan Pasifik, 30% di Lautan Hindia dan Laut Merah. 14% di Karibia dan 1% di Atlantik Utara.
Terumbu karang Indonesia yang mencapai 60.000 km2 luasnya, sebagian besar berada di Indonesia bagian tengah, Sulawesi, Bali dan Lombok, Irian Jaya, Pulau Jawa, Kepulauan Riau dan pantai Barat Sumatera.

2.2.5 Fungsi Terumbu Karang
  • Pelindung ekosistem pantai
Terumbu karang akan menahan dan memecah energi gelombang sehingga mencegah terjadinya abrasi dan kerusakan di sekitarnya.
  • Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan, memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan, terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya. Sekitar 300 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu karang
  • Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahan-bahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai manusia.
  • Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan sekitra 20 juta penyelam , menyelam dan menikmati terumbu karang per tahun.
  • Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
  • Mempunyai nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting, Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung kekayaan spiritual ini.
  • Menyediakan sumber protein bagi masyarakat
  • Menyediakan lapangan kerja melalui perikanan dan pariwisata

Peraturan Perundangan yang Mendukung Pemeliharaan Terumbu Karang
Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia 1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di dasarkan pada peraturan - peraturan,di antaranya:

1.        UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup.
2.        UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan.
3.        UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistem.
4.        UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan.
5.        Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan.
6.        Keputusan Menteri Negara Lingkungan HidupNomor 04 Tahun 2001 mengenai KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG.
7.        Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember 1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Hutan Laut.
8.        Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut, situjukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
9.        Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang - ditujukan kepada Kepala Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia.

BAB III
STUDI KASUS KERUSAKAN TERUMBU KARANG Di INDONESIA


3.1     Umum
 Ekosistem terumbu karang mempunyai sifat kelenturan dan ketahanan yang tinggi, terlihat dari kemampuannya bertahan di muka bumi ini selama lebih dari ratusan juta tahun. Namun, apabila tekanan yang terjadi sekarang ini dapat menimbulkan kematian dan kepunahan. Dikategorikan dua jenis ancaman terhadap terumbu karang, yakni ancaman manusia (anthropogenik) dan ancaman alam. Tapi sepertinya ancaman manusia lebih berbahaya dibandingkan dengan alam. Perkembangan yang sangat pesat di daerah pesisir sangat mengancam kondisi terumbu karang. Terlebih lagi belum adanya sistem pengelolaan secara menyeluruh di daerah pesisir.
Phenomena alam yang paling umum menimbulkan kerusakan pada terumbu karang antara lain badai, angin puyuh, tsunami, El Nino (kemarau panjang), efek rumah kaca (green house effect), ekspos terhadap udara (aerial exposure), perubahan iklim (climate change). Sedangkan ancaman dari manusia adalah pertumbuhan dan perkembangan manusia di wilayah pesisir. Peningkatan pertumbuhan dan perkembangan penduduk ini mengakibatkan meningkatnya masukan material dari sungai (run-off). Masukan dari sungai ini kemungkinan besar membawa beberapa bahan seperti sedimen dalam jumlah besar akibat pembukaan lahan; unsur hara berlebih dari pertanian (pupuk, pestisida, insektisida), limbah rumah tangga, pasar dan industri.
Terumbu karang juga mendapat ancaman dari perahu dan kapal-kapal yang melintas di kawasan ini. Kapal-kapal tanker sering membuang air cucian kapal (ballast) ke kawasan ini pada saat mereka melintas. Demikian pula dengan kapal komersial lainnya yang sering membuang oli-oli bekas ke perairan. Hal lain adalah pembuangan jangkar yang dilakukan baik oleh kapal ikan, kapal wisata dan kapal-kapal lainnya.
Wisatawan seringkali menimbulkan kerusakan pada terumbu karang. Pada rataan terumbu (reef flat) wisatawan akan menginjak-injak terumbu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk memanfaatkan rataan terumbu pada saat kondisi surut (low tide) bagi wisatawan. Khusus bagi penyelam pemula seringkali tidak dapat mengontrol kaki mereka, sehingga menendang dan mematahkan karang. Oleh karena itu dianjurkan bagi pemula untuk menyelam di area yang terbuka dan didominasi oleh pasir dan karang mati/rubble. Dan banyak sekali wisatawan yang mengambil terumbu karang atau biota lainnya sebagai souvenir. Sebagai wisatawan yang baik kita seharusnya berprinsip: take only pictures, leave only bubbles.

Dibawah ini adalah sebagian dari kasus kerusakan pada ekosistem terumbu karang.

Kerusakan Terumbu Karang di Sumatera Utara Mencapai 30%
Forum Jurnalis Bahari Indonesia Dibentuk
Agribisnis 17-09-2009
*yuni naibaho
MedanBisnis online-Medan
Kerusakan terumbu karang di seluruh perairan Sumatera Utara (Sumut) sudah mencapai sekitar 30%. Bahkan di Kabupaten Tapanuli Selatan, Nias dan Nias Selatan kondisi terumbu karangnya sudah masuk pada kategori rusak berat. Hal ini disebabkan wilayah pantai jauh dari pantauan Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Sumut dan Angkatan Laut (AU) yang melakukan operasi gabungan.
“Tingkat kerusakan terumbu karang kita sudah cukup tinggi dan di tiga kabupaten itu paling banyak terdapat terumbu karang. Luas terumbu karang di Sumut saat ini sekitar 11.200 hektar,” kata Kepala Seksi Pembenihan dan Pembudayaan Ikan Diskanla Sumut Erna Dewi kepada wartawan di acara Pembentukan Forum Jurnalis Bahari Indonesia (Forjubi) di Griya Hotel, Selasa (15/9) malam.
Dikatakannya, pengerusakan terumbu karang selama ini masih sering terjadi di Indonesia yang dilakukan nelayan bahkan perusahaan perikanan, seperti dengan cara pengeboman, yang merupakan jalan pintas memperoleh ikan-ikan di karang secara cepat. Selain itu, dengan menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), yang dapat mengakibatkan kematian terumbu karang, serta penambangan karang yang digunakan sebagai bahan bangunan, dan pencemaran air dengan membuang sampah di sepanjang pantai.
“Pertumbuhan terumbu karang ini kan memang lambat, jadi kalau sudah dirusak begini, perlu waktu yang tidak sebentar untuk mengembangbiakkannya kembali,” jelasnya.
Begitupun, kata Erna, di perairan Tapanuli Tengah sudah ada peningkatan pertumbuhan terumbu karang sebesar 4%. Hal ini didukung dari partisipasi dari seluruh masyarakat sekitar pantai yang mau memelihara terumbu karang yang mana pengelolaan terumbu karang tidak terlepas dari aspek pemanfaatan secara lestari.
Untuk menyelamatkan pertumbuhan terumbu karang, DKP Sumut mendapat bantuan satu kapal patroli atau pengawas dengan ukuran panjang 12 hingga 13 meter yang digunakan khusus untuk Coral Reef Management Project (Coremap). Sehingga kapal dapat memantau seluruh perairan di Sumut seperti di Nias dan Nias Selatan. “Kapal ini sebagai pengawas guna menghindari kerusakan terumbu karang lagi akibat pengeboman,” ucapnya.
Meskipun saat ini sudah ada di masing-masing desa dekat perairan memiliki kapal pengawas yang terdiri dari kelompok konservasi di bawah lembaga pengelolaan budidaya terumbu karang. Tapi wewenang pihak mereka hanya berfungsi sebagai pemberi informasi jika ada yang melakukan pengrusakan.
“Kelompok pengawas masyarakat ini dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur seorang anggota masyarakat dan berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah atau petugas. Sedangkan yang bisa memproses langsung pelanggaran dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS),” tutur Erna Dewi.

Forjubi Dibentuk
Untuk menyelamatkan terumbu karang di Indonesia khususnya Sumut, DKP Sumut membentuk Forum Jurnalis Bahari Indonesia (Forjubi) yang berfungsi sebagai pemberi informasi kepada masyarakat untuk menyelamatkan seluruh isi laut yang menjadi sumber kekayaan alam. “Informasi ini harus kita sebarkan kepada seluruh masyarakat dan melalui media lah sarana yang tepat itu,” ujar Dewi.
Forjubi yang terdiri dari berbagai media cetak dan elektronik di Sumut ini, akan memberi informasi kepada masyarakat melalui tulisannya tentang kekayaan alam di laut, sehingga tidak ada lagi yang melakukan pengrusakan. “Kekayaan laut itu harus kita jaga dan lestarikan, karena semua bermanfaat bagi manusia sepanjang masa,” tandasnya.

Kerusakan Terumbu Karang Ancam Keamanan Pangan
KOMPAS.com/LASTI KURNIA
Rabu, 13 Mei 2009 | 17:48 WIB
Jejak keberadaan koloni terumbu karang yang telah mati menjadi karakter unik kawasan tepi pantai yang berkarang di Pantai Pasir Putih, Desa Sukahujan, Malingping, Lebak, Banten, Senin (7/4). Kawasan pantai karang merupakan ekosistem yang sanggup beradaptasi dengan kondisi alam yang ekstrem, seperti pasang surut laut, gelombang tinggi, perubahan cuaca ekstrem, juga salinitas air laut yang berubah-ubah.
MANADO, KOMPAS.com Tekanan perubahan iklim terhadap terumbu karang mengancam keberlanjutan ketersediaan pangan dan akan memaksa masyarakat di daerah pesisir berpindah karena kehilangan sumber makanan dan sumber pendapatan.
Studi yang dilakukan World Wildlife Fund (WWF) Internasional juga menyebutkan bahwa jika dunia tidak mengambil tindakan efektif untuk menekan dampak perubahan iklim maka kawasan terumbu karang di Segitiga Karang (Coral Triangle) akan hilang pada akhir abad ini. Hal itu membuat kemampuan daerah pesisir untuk menghidupi populasi di daerah sekitarnya akan berkurang 80 persen.
Direktur Jenderal WWF Internasional James Leape mengatakan, hal itu bisa terjadi karena keberadaan terumbu karang sangat memengaruhi kelangsungan ekosistem laut, termasuk kehidupan sumber daya hayati di dalamnya. Segitiga Karang yang meliputi kawasan Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste mencakup 30 persen dari terumbu karang di dunia dan 76 persen dari spesies karang yang membentuknya merupakan tempat bertelur jenis ikan strategis, seperti ikan tuna.
"Jika terumbu karang, mangrove dan rumput laut dibiarkan rusak dan tidak diperhatikan, sumber daya hayati laut yang tersisa untuk dinikmati akan tinggal 10 persen dari yang ada sekarang," kata Prof Ove Hoegh-Guldberg dari University of Queesnsland di Manado, di sela Konferensi Kelautan Dunia (WOC), Rabu.
Hoegh-Guldberg, yang memimpin penelitian tentang perubahan iklim dan terumbu karang, mengatakan bahwa 300 publikasi ilmiah di bidang biologi, ekonomi, dan perikanan menunjukkan dua kemungkinan masa depan bagi lingkungan laut pada abad ini.
"Kemungkinan terburuk terjadi jika kita tetap saja hidup dalam jalur iklim, seperti sekarang atau melakukan sedikit hal untuk melindungi kawasan pesisir dari serangan gencar ancaman lokal," katanya.
Menurut Leape, saat ini komunitas dunia mesti berusaha mencari cara untuk secepatnya menurunkan emisi gas rumah kaca serta mencari tahu bagaimana melakukan adaptasi dan mitigasi untuk mengatasi masalah itu.
"Dukungan finansial untuk adaptasi dan mitigasi harus tersedia. Juga harus ada komitmen politik untuk menggerakkan upaya ini," katanya.
Menurut Hoegh-Guldberg, dalam kondisi seperti sekarang ini masyarakat di negara-negara berkembang yang paling berisiko terkena dampak mesti menyatukan suara supaya para pemimpin dunia mendukung upaya adaptasi dan mitigasi mereka.
Para pemimpin dunia, kata dia, harus mendukung negara-negara Segitiga Karang melindungi masyarakat paling rentan terhadap kenaikan muka air laut dengan membantu memperkuat pengelolaan sumber daya alam kelautan dan menempa kesepakatan yang kuat pada penurunan gas rumah kaca di Konferensi Iklim PBB di Kopenhagen bulan Desember mendatang.
"Negara-negara maju harus membantu negara berkembang. Dalam kondisi seperti sekarang, krisis global akan menjadi alasan bagi mereka untuk tidak melakukannya, karena itu negara-negara berkembang harus menyatukan suara di Kopenhagen nanti," katanya.
Selain itu, pemerintah, pihak swasta, dan masyarakat mesti fokus dalam memetakan daerah, sektor dan kelompok masyarakat yang akan terkena dampak perubahan iklim paling parah serta kemudian mencoba membuat program, penganggaran, dan rencana aksi untuk menanganinya. "Harus ada tindakan terpadu dengan memberdayakan masyarakat," katanya.



120 Juta Orang Hidupnya Tergantung pada Terumbu Karang
Agribisnis 07-10-2009
*yuni naibaho
MedanBisnis online.com – Medan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Sumut Yoseph Siswanto mengatakan, Indonesia merupakan negara bahari terbesar dengan luas pantai 81.000 kilometer. Namun, potensi ini sangat jarang dimanfaatkan oleh masyarakat dibandingkan negara lain.
Meski ketinggalan, namun jika dilihat dari komitmen pemerintah dinilai baik yang ditandai dengan sale bunaken, event Coral Triangle atau segitiga karang dunia. “Manfaat terumbu karang bagi manusia selain aset wisata bahari adalah sebagai benteng alami pantai dari gempuran ombak dan sumber makanan dan obat-obatan. Sekitar 120 juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di coral triangle,” ujarnya didampingi Kepala Seksi Pembenihan dan Pembudayaan Ikan, Diskanla Sumut Erna Dewi, kepada wartawan, Selasa (6/10).
Karena itu, kata Yoseph, Diskanla Sumut mengadakan lomba Duta Karang, mewarnai dan lomba cerdas untuk siswa-siswi se Sumut. “Adanya kegiatan ini, diharapkan para pelajar mampu mengaplikasikan dan menerapkan pengetahuan mengenai kelestarian serta pentingnya terumbu karang di lautan, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat pada waktu mendatang. Ini sebagai bentuk penyadaran publik yang dimulai dari tingkat anak-anak,” ucapnya.
Kegiatan lomba yang diikuti ratusan siswa-siswi SD dan SMP ini diikuti oleh empat kabupaten/kota se-Sumut yakni Kabupaten Nias, Nias Selatan, Nias Utara dan Kabupaten Tapanuli Selatan. Sedangkan untuk lomba duta karang diikuti 50 peserta dengan  total hadiah mencapai ratusan juta rupiah.
Akibat Tsunami
Akibat bencana tsunami yang terjadi di Nangroe Aceh Darusalam (NAD) 2004 lalu, selain menelan korban nyawa dan barang, juga mengakibatkan bertambahnya kerusakan terumbu karang. Sebelum tsunami, terumbu karang yang masih dalam kondisi baik mencapai 60%, namun setelah tsunami yang masih bagus hanya mencapai 40%.
Untuk itulah, lanjut Yoseph perlu dilakukan langkah-langkah perbaikan seperti program Mata Pencarian Alternatif (MPA) kepada nelayan antara lain ternak lele dan rumput laut yang tidak merusak terumbu karang. Selain itu, operasi gabungan sehingga menimbulkan efek jera kepada nelayan yang melakukan pelanggaran. “Kegiatan ini salah satu langkah kecil untuk menyadarkan publik dalam memperbaiki terumbu karang kita,” tuturnya.
Sebelumnya, Erna Dewi mengatakan, kerusakan terumbu karang di seluruh perairan Sumut sudah mengalami kerusakan sekitar 30% dan sudah dalam kondisi rusak berat di Tapanuli Selatan, Nias dan Nias Selatan. “Tingkat kerusakan terumbu karang kita sudah cukup tinggi dan di tiga kabupaten itu paling banyak terdapat terumbu karang. Luas terumbu karang di Sumut saat ini sekitar 11.200 hektar,” imbuhnya.
Dikatakannya, pengerusakan terumbu karang selama ini masih sering terjadi di Indonesia yang dilakukan nelayan bahkan perusahaan perikanan, seperti dengan cara pengeboman, yang merupakan jalan pintas memperoleh ikan-ikan di karang secara cepat. Selain itu, dengan menggunakan bahan berbahaya dan beracun (B3), yang dapat mengakibatkan kematian terumbu karang, serta penambangan karang yang digunakan sebagai bahan bangunan, dan pencemaran air dengan membuang sampah di sepanjang pantai.
Begitupun, kata Erna, di perairan Tapanuli Tengah sudah ada peningkatan pertumbuhan terumbu karang sebesar 4%. Hal ini didukung oleh partisipasi seluruh masyarakat sekitar pantai yang mau memelihara terumbu karang yang mana pengelolaan terumbu karang tidak terlepas dari aspek pemanfaatan secara lestari.

BAB IV
PEMBAHASAN



4.1     Umum
Sebagian Besar Wilayah indonesia adalah lautan dan kepulauan, Namun saat ini wilayah indonesia belum sepenuhnya kita jaga dan lestarikan, terumbu karang kita banyak yang sudah rusak parah karena perlakuan manusia yang tidak bertanggung jawab dalam penangkapan ikan sehingga merusak terumbu karang, timbul pertanyaan awal dalam benak kita, siapa yang susah? yang susah adalah nelayan yang harus melaut sampai ketengah laut karena menangkap ikan di pinggiran laut, ikan nya sudah langka. Dan apa penyebab kelangkaan ikan? Kelangkaan ikan di sebabkan karena terumbu karang yang berfungsi sebagai rumah dan tempat mencari makanan / plankton sudah rusak, akhirnya ikan-ikan tersebut bermigrasi ke wilayah yang banyak terdapat terumbu karang yang masih bagus kondisinya.
Sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan Papua Nugini mengalami rusak. Angka ini lebih kecil dibandingkan kerusakan di wilayah Indonesia Bagian Barat sebesar 71%.
Nancy Knowlton, peneliti Museum Nasional Sejarah Alam Smithsonian Institution Washington, AS menyatakan potensi besar carbon sink (penyerapan karbon) terdapat di laut. Namun hal itu menyebabkan kadar air laut menjadi asidifikasi (asam) yang berakibat kerusakan biota laut seperti bleaching (pemutihan karang), osteoporosis terumbu karang, dan sedimentasi.
Sebanyak 80% terumbu karang, ujar Nancy, telah hilang di Karibia selama 30 tahun sejak 1977. Begitu pula sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia Bagian Timur dan Papua Nugini telah rusak. wilayah Indonesia bagian barat mengalami kerusakan terumbu karang sebesar 71%.

4.2 Budidaya Terumbu Karang
Ada beberapa metode untuk budidaya Terumbu Karang, antara lain dengan Transplantasi Karang.
4.2.1 Transplantasi Karang
Transplantasi Karang memiliki beberapa jenis metode yang diantaranya adalah:
        Metode Patok
Dalam metode ini bahan yang digunakan adalah patok kayu tahan air atau besi yang dicat anti karat ditancapkan di dasar perairan.
        Metode Jaring
Bahan yang digunakan dalam metode ini berupa jaring/waring bekas dan tali ris dengan ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan.
        Metode Jaring dan Substrat
Pada metode ini bahan yang digunakan terdiri atas jaring yang dilengkapi dengan substrat yang terbuat dari semen, keramik atau gerabah dengan diameter ±1 cm dan jarak antara substrat ±25 cm.
        Metode Jaring dan Rangka
Pada metode ini bahan yang digunakan berupa rangka besi yang dicat anti karat dan diatasnya ditutupi dengan jaring yang diikat secara kuat dan rapi. Rangka yang ideal berukuran 100 x 800 cm berbentuk bujur sangkar dan pada bagian ujung-ujung bujur sangkar terdapat kaki-kaki tegak lurus masing-masing sepanjang 10 cm. Di bagian bujur sangkarnya ditutupi dengan jaring tempat mengikat bibit transplantasi yang berjumlah ±12 buah. Jarang masing-masing bibit ±25 cm.
        Metode Jaring Rangka dan Substrat
Metode ini merupakan perpaduan antara media 3 dan 4. Ukuran diameter substrat ±10 cm dengan tebal 2 cm panjang patok 5-10 cm, bahan patok terbuat dari peralon kecil yang diisi dan diberi cat agar tidak mengakibatkan pencemaran. Rangka sebaiknya berbentuk siku berukuran 100x80 cm dan dicat anti karat. Pengikatan substrat pada jaring berjarak 25 cm.
Dari beberapa alternatif metode transplantasi karang yang ada, metode jaring rangka dan substrat memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan metode lainnya, yaitu :
          Lebih kokoh dan kuat dan memiliki nilai estetika
          Cocok untuk obyek penelitian
          Cocok untuk soft coral dan karang bercabang
          Bernilai ekonomis

Alat dan bahan transplantasi karang :
          Peralatan scuba
          Jangka sorong (skala 0,01 cm)
          Peralatan ukur kualitas air
          Pemotong karang
          Alat dokumentasi bawah air
          Sampel karang hidup
          Wadah sampel
          Label tahan air
          Rangka besi dicat anti karat
          Jaring mesh size 2,2x2,2 cm
          Substrat
          Sarana transportasi laut

Substrat
Substrat berfungsi sebagai tempat penempelan bibit karang. Substrat yang digunakan terdiri dari beberapa alternatif, yaitu :
          Substrat patok
Terbuat dari paku besi dengan panjang ukuran ±10 cm.



        Keramik
Ukuran 10x10 cm, bagian tengah dilubang untuk tempat melekatkan patok kayu/besi. Pada bagian ujung-ujung diberi lubang untuk tempat mengikat substrat ke media penempelan.
        Gerabah
Dapat berbentuk bulat atau bujur sangkar, ukuran substrat gerabah dengan bentuk bujur sangkar 10x10 cm, sedangkan yang berbentuk bulat mempunyai ukuran diameter 10 cm dan tebal 3 cm dengan bagian tengah berlubang untuk melekatkan patok kayu/besi, serta 4 lubang lainnya dibagian tepi substrat untuk tempat mengikat media pada penempelan.
        Konkrit
Terbuat dari semen cor berbentuk bulat dengan ukuran diameter 10 cm dan tebal 3 cm. Pada bagian tengahnya dibuat patok tiang setinggi 10 cm. Pada bagian tepinya dibuat 4 lubang diarah yang berbeda, untuk tempat mengikat substrat pada media penempelan. Penempatan substrat di dasar perairan disesuaikan dengan kondisi dasar perairan.

Contoh bentuk frame dari besi dan substrat
Penyiapan lokasi rehabilitasi dilakukan dengan tujuan meningkatkan peluang anakan karang untuk hidup dilokasi yang akan direhabilitasi menjadi lebih terjamin. Tahapan yang dilakukan adalah :
        Mengurangi dan atau menghentikan penyebab rusaknya terumbu karang di lokasi tersebut.
        Membuang/mengurangi predator terumbu karang dilokasi tersebut seperti bulu babi.
        Membersihkan sampah plastik, organik, dan material lain yang dapat mengganggu pertumbuhan karang.
        Identifikasi jenis karang yang hidup dilokasi tersebut melalui sensus visual.


Bibit
Pengambilan bibit dari alam perlu diperhatikan, antara lain :
        Mengurangi dan atau menghentikan penyebab rusaknya terumbu karang di lokasi tersebut.
        Tidak merusak koloni induk.
        Sistem perwakilan plot kurang lebih 10% per plot.
        Sesuai dengan MSY (potensi) di alam/lokasi.
        Pengangkutan bibit dilakukan di dalam air dan dilaksanakan dengan hati-hati.

Pada pengikatan bibit pada substrat, perlu diperhatikan :
        Pengangkutan bibit dilakukan di dalam air dan dilaksanakan dengan hati-hati.
        Pengikatan bibit sebaiknya dilakukan di dalam air, namun apabila dilakukan di permukaan air jangan terlalu lama (maksimal 20 menit).
        Pada pengikatan, bibit diikat dengan seerat mungkin dengan menggunakan tali pancing atau klem plastik.
        Agar tidak goyah dan lepas, posisi sebaiknya tegak dan terikat erat pada patok substrat.

Teknik penempatan media disarankan :
        Dipilih tempat yang relatif rata.
        Kedalamannya mendekati kedalaman pengambilan bibit.
        Khusus untuk media rangka, sebaiknya media rangka diturunkan terlebih dahulu dan ditancapkan di dasar perairan sebagai penguat.













Gambar 4.1 Alur PelaksanaanTransplantasi Karang











Gambar 4.2 Transplantasi Karang



Transplantasi Karang juga dilakukan dibeberapa daerah lain di Indonesia seperti di Gorontalo, Konsorsium Mitra Bahari Gorontalo bekerjasama dengan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Desa Olele, Kabupaten Bonebolango melaksanakan kegiatan Budidaya Terumbu Karang dengan Metode Transplantasi.  Kegiatan ini sudah dimulai sejak bulan Mei 2008, dan ternyata sesuai dengan hasil moditoriny yang dilaksanakan pada akhir bulan Februari 2009 lalu, pertumbuhan karang yang ditanam cukup baik.   Kegiatan ini didasari oleh kepedulian masyarakat terhadap kondisi ekosistem terumbu karang untuk tetap menjaga kelestarian, sehingga dapat mendorong peningkatan perekonomian masyarakat setempat.











Gambar 4.3 Kegiatan Budidaya Terumbu Karang di Gorontalo

5.2.2 Teknologi Bio rock
Teknologi bio rock memanfaatkan energi listrik yang disalurkan dengan kabel ke rangka/jaring bahan titanium dan besi yang telah diberi bibit terumbu karang. Hasilnya, dalam jangka waktu lima tahun terakhir, dengan contoh kawasan pesisir di Pemuteran seluas 2 kilometer persegi sepanjang 0,5 Km yang rusak berat, kini sudah ditumbuhi terumbu karang dan menjadi habitat ikan maupun biota laut lainnya.
Dengan kondisi ini, para nelayan setempat tidak perlu lagi jauh-jauh mencari ikan. Namun, penangkapan dilakukan harus terkendali, agar terumbu karang buatan yang sudah tumbuh subur tidak rusak kembali. Pulihnya kondisi terumbu karang di Pemuteran tersebut, mengundang orang-orang tidak bertanggung jawab melakukan penjarahan, dengan cara jaring, tebar sianida dan menggunakan bahan peledak.
Oleh karena itu, masyarakat setempat secara intensif melakukan pengamanan, antara lain dengan terbentuknya Pecalang --keamanan desa adat-- laut yang dilengkapi perahu patroli speed boat. Pecalang laut satu-satunya di Indonesia hanya ada di Pemuteran.
Keterlibatan masyarakat setempat menjadi kunci keberhasilan pengembangbiakkan terumbu karang buatan, karena itu pengadopsi teknologi bio rock harus mempersiapkan sosial budaya masyarakat setempat terlebih dahulu.
penggagas proyek terumbu karang buatan yang sekaligus pimpinan Yayasan Karang Lestari Pemuteran (YKLP), I Gusti Agung Prana. "Bio rock" di Pemuteran yang berhasil mempercepat pertumbuhan terumbu karang buatan telah diakui oleh dunia dengan diterimanya lima penghargaan nasional maupun internasional.Penghargaan diterima YKLP ialah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, SKAL Internasional Spanyol, ekowisata (2002), Kalpataru (2004) dan dari organisasi lingkungan di AS serta terakhir dari ASEANTA (asosiasi pariwisata ASEAN) penghargaan konservasi terbaik 2005. Bahkan Dr Klaus Toepfler, direktur eksekutif program lingkungan PBB, memberikan perhatian dan dukungan serta pujian atas proyek di Pemuteran itu.Agung Prana yang juga mantan ketua Asita (asosiasi biro perjalanan wisata) Bali ini menuturkan, beberapa daerah di Tanah Air yang akan mengadopsi "bio rock" Pemuteran, antara lain kawasan perairan Pulau Komodo, NTT, Lombok, NTB dan beberapa kawasan di Jawa serta negara-negara di Asia, Eropa maupun Amerika.